HAKIM PN DENPASAR MENJATUHKAN VONIS DUA BULAN PENJARA WAJIB LAPOR KEPADA PENDETA SW, GEMBALA GPdI, MD GPdI BALI HARUS MEMECAT PENDETA SW

0
Chemuel 1

Kika : Aswat Andreas (Korban Penganiayaan), Mario Wilson (Pengacara Pantekosta Pos), Chemuel Watulingas (Korban Penganiayaan)

Denpasar, Bali, PANTEKOSTA POS – Pada Rabu, 6 Desember 2023, Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, menggelar persidangan selama satu jam terkait kasus penganiayaan yang melibatkan Pendeta SW, Gembala GPdI di Bali, terhadap wartawan Pantekosta Pos, Chemuel Watulingas. Dalam sidang tersebut, para hakim yang terdiri dari tiga orang akhirnya memutuskan untuk menjatuhkan vonis hukuman penjara terhadap Pendeta SW, Gembala GPdI di Bali.

Pendeta SW Baju Biru Dalam Suasana Persidangan PN Denpasar Bali
Pendeta SW Baju Biru Dalam Suasana Persidangan PN Denpasar Bali

Berdasarkan Data dari SPPT Pengadilan Negeri Denpasar Bali: 1. Menyatakan terdakwa SW, telah terbukti secarah sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penganiayaan Ringan”. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa terhadap SW oleh karena itu dengan pidana selama 1 (satu) bulan:

3. Memerintahkan Pidana Penjara tersebut tidak perlu dijalankan kecuali jika dikemudian hari ada putusan Hakim yang mentukan lain disebabkan karena terdakwa melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan karena melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 2 (dua) bulan berakhir. 4. Menetapkan barang bukti berupa: 1 (satu) potong baju kemeja warna biru dengan dengan bergaris putih hitam: 5. Membebankan kepada terdakwa utuk membayar biaya perkara perkara ini sebesar Rp. 2.000 (dua ribu rupiah),

Bukti Putusan PN Denpasar Bali
Bukti Putusan PN Denpasar Bali

Pendeta SW dihukum karena melanggar Pasal 352 KUHP atas tindakan penganiayaan terhadap wartawan Pantekosta Pos Chemuel Watulingas. Vonis yang dijatuhkan oleh hakim adalah hukuman penjara selama 1 bulan, dengan tahanan luar (2 bulan wajib Lapor). Keputusan hakim diterima oleh tersangka SW, yang merupakan pelaku penganiayaan.

Kuasa hukum Chemuel Watulingas, Mario Wilson Alexander, S.H,S.Th., M.Th., CCD., CIRP., CBLC., CMLC., C.Med, dari LBH Pantekosta, mengeluarkan pernyataan tegas setelah putusan pengadilan dan atau setelah persidangan, meminta kepada pimpinan Majelis Pusat ( GPdI ) untuk memberlakukan AD/ART dengan menjatuhkan sanksi organisasi pemecatan kepada Pendeta SW, yang juga merupakan salah satu anggota MD-GPdI Bali.

“Putusan pengadilan Depansar Bali yang sudah di ketuk palu oleh Ketua Majelis Hakim yang Mulia mempunyai kekuatan hukum tetap, harus diikuti dengan tindakan tegas dari pimpinan gereja organisasi Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI). Kami berharap Gereja dapat memberikan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan oleh Pendeta SW, yang mengacu kepadaa AD-ART GPdI Tahun 2012, BAB XIV, SANKSI, Pasal 33, Ayat 2 b, Sanksi pemberhentian sementara dijatuhkan kepada Hamba Tuhan yang : Dinyatakan sebagai dalam suatu proses hukum. Pasal 33 C, sanksi pemecatan dijatuhkan kepada Hamba Tuhan yang dinyatakan telah terbukti melakukan tidak pidana,” pinta Mario Wilson Alexander, SH.

Pada Prinsipnya Chemuel Watulingas tetap memaafkan dan mengampuni karena sesama hamba Tuhan, tetapi hukum harus tetap dijalankan. Dan sudah di putuskan di Pengadilan Negeri Denpasar.

Korban Penganiayaan diapit Aparat Kepolisian Denpasar Bali
Korban Penganiayaan diapit Aparat Kepolisian Denpasar Bali

Terkait putusan tersebut, seorang anggota jemaat GPdI Bali, yang meminta namanya tidak disebutkan, menyampaikan harapannya agar Pendeta SW yang terbukti bersalah berhenti menjadi seorang gembala atau melayani jemaat Tuhan di Bali.

“Sebagai anggota jemaat, kami berharap agar Pendeta SW mengambil tanggung jawab atas perbuatannya. Kehadirannya sebagai gembala atau pelayan jemaat tidak lagi mencerminkan contoh yang baik dalam pelayanan dan di mata jemaat,” ungkap anggota jemaat tersebut.

Chemuel Watulingas, wartawan Pantekosta Pos yang menjadi korban penganiayaan, menyampaikan terima kasih kepada pihak kepolisian Polres Denpasar, terutama kepada Bapak AIBDA Made Darma Warsita dan rekan-rekannya di Bali, atas penanganan yang baik terhadap pelaporan yang diajukan oleh seorang wartawan.

Proses kasus penganiayaan ini mengakhiri tahap persidangan, tetapi dampaknya masih terasa di komunitas gereja dan masyarakat Bali. Perhatian terus terfokus pada respons gereja terhadap putusan pengadilan dan bagaimana hal ini akan memengaruhi dinamika dalam kehidupan beragama di Bali.

Mediasi atau Berlanjut di Pengadilan?

Salah satu hamba Tuhan GPdI, melihat peristiwa di Bali ini seakan diingatkan kembali peristiwa “pemukulan” yang terjadi di salah satu Hotel yang ada di Kemayoran, Jakarta Pusat. Bertepatan peristiwa pemukulan itu terjadi, di “sela – sela” acara Rapat Pleno Majelis Pusat dan Majelis Pertimbangan Rohani GPdI.

Yang diduga melakukan pemukulan juga adalah seseorang yang bergereja di GPdI. Begitupun dengan yang diduga rerkenak pukulan atau yang menjadi korban. Pada persoalan itu tampil beberapa orang yang disebut – sebut sebagai mediasi. Proses mediasi itu, tentu diharapkan tidak berakhir di pengadilan, dan bersamaan dengan itu mendapatkan kata sepakat damai.

Benar, lewat mediasi itu terjadi perdamaian dan tidak berakhir dengan putusan pengadilan. Tapi dalam proses mediasi perdamaian itu, pihak yang diduga melakukan pemukulan harus menyerahkan uang kepada korban. Hal ini disebut – sebut sebagai kompensasi.

Kata hamba Tuhan GPdI yang tidak mau namanya disebut, tetapi menginginkan pembaca melihat peristiwa pemukulan/pengeroyokan kepada wartawan Pantekosta Pos di Bali, menjadi pelajaran berharga.

Peristiwa pemukulan di Bali, berakhir dengan hukuman yang tidak harus dikurung badan alias masuk penjara. Kembali pada peristiwa di Kemayoran, bila berakhir di pengadilan, maka tidak ada uang yang keluar dan tidak ada kurungan badan, bukan?

Lewat peristiwa di Bali dan peristiwa di Kemayoran, warga GPdI dapat belajar banyak hal. Pertama, hindari kekerasan fisik bila berbeda pendapat. Kedua, bila ada perbedaan atau bahkan sampai ada kekerasan fisik, semua harus mampu meletakkan di atas segalanya adalah pengampunan dan saling mengasihi. Ketiga, tidak perlu mediasi kalau harus ada tuntutan yang diduga melakukan harus menyerahkan uang.

Dirilis : NFO Wartawan Panpos Bali

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *