KISRUH PELAKSANA TUGAS MP-GPdI DI BANTEN; PIMPINAN MP GPdI TDAK SEPAKAT

0
sONDANG 2222222

LUIPUTAN : PERS MODI RUMONDOR YUNI WINATA

Cikokol, Tangerang, PANTEKOSTA POS – Pelaksana Tugas MP-GPdI di Banten, yang telah ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan MP-GPdI nomor 048, menghadapi kendala yang signifikan dalam melaksanakan tugasnya. Empat orang pimpinan gereja MP-GPdI yang berkumpul di Kantor MD-GPdI Banten, Ruko Mahkota Mas, Cikokol Tangerang, belum dapat mencapai kata sepakat terkait pelantikan tersebut. Meskipun PLT telah memegang surat o48 dari MP-GPdI, MD-GPdI Banten masih menolak keempat orang tersebut.

Ketua MD-GPdI dan para jajaran pimpinan gereja setempat bersikukuh bahwa setelah melihat dan mempelajari Surat Keputusan MP-GPdI nomor 048, tidak terdapat dasar yang kuat bagi MP-GPdI untuk mengirimkan PLT di Banten. Menurut mereka, saat meninjau konsideran poin 3 dalam SK 048 MP-GPdI, tertulis bahwa Pelaksana Tugas MD-GPdI Banten memiliki tugas antara lain:

Melaksanakan tugas dan wewenang MD sebagaimana diatur dalam AD-ART GPdI BAB V Pasal 12 butir A, B, C, dan D.
Mempersiapkan MUSDA Lanjutan MD Banten untuk Memilih Pengurus MD-Banten untuk masa jabatan 2024-2027.
Memberikan laporan secara berkala kepada Ketua Umum MP-GPdI tentang perkembangan di MD-Banten.
Menanggapi SK 048 MP-GPdI, Sondang Siagian, SH.M.H., M.Kn, Penasehat Hukum MD-GPdI Banten, dalam pertemuan beberapa waktu lalu bersama empat utusan MP-GPdI, di antaranya Pendeta Eddy Pongoh, Pendeta Elion Numberi, Pendeta Berkat Panggabean, dan Pendeta Karel Silitonga, menegaskan bahwa SK 048 belum bisa diterima oleh MD-GPdI Banten. Sondang Siangian berjanji akan menjawab dan mempertanyakan kepada Ketua Umum MP-GPdI serta akan menggugat melalui ranah hukum, yang saat ini sedang dalam proses.

Sondang Siagian, SH., M.H., M.Kn
Sondang Siagian, SH., M.H., M.Kn

Dalam penjelasannya, Sondang Siangian menambahkan bahwa dalam SK 048 dari MP-GPdI, tidak dapat ditemukan kesalahan yang dilakukan oleh MD-GPdI Banten. Beliau juga mengimbau kepada para Gembala GPdI Banten bahwa roda organisasi masih dalam pengendalian Ketua MD-GPdI Banten, Pendeta Samuel Ch Tumbel.

Sementara itu, atmosfer konflik antara MD-GPdI dan MP-GPdI semakin meningkat seiring dengan ketidaksepakatan ini. MD-GPdI Banten tidak hanya menolak pelantikan PLT, tetapi juga memberikan pernyataan bahwa SK 048 MP-GPdI tidak memiliki dasar yang kuat dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku di tingkat lokal.

Ketua MD-GPdI Banten, Pendeta Samuel Ch Tumbel, dalam konferensi persnya menyatakan, “Kami tidak bisa menerima keputusan ini begitu saja. Kami akan mempertahankan otoritas dan aturan yang berlaku di tingkat MD-GPdI Banten. Tidak ada alasan yang kuat bagi MP-GPdI untuk mengirimkan PLT ke wilayah kami tanpa koordinasi dan persetujuan yang jelas.”

Pihak MP-GPdI sendiri belum memberikan tanggapan resmi terkait penolakan ini. Meskipun begitu, kondisi ini menciptakan ketidakpastian di antara jemaat dan anggota gereja GPdI di Banten. Mereka dihadapkan pada situasi di mana pemimpin gereja di tingkat daerah memiliki perbedaan pandangan dengan pimpinan pusat, menciptakan ketidakharmonisan dan potensi pecahnya komunitas gereja.

Situasi ini juga menimbulkan pertanyaan tentang kepemimpinan dan wewenang di dalam Gereja Protestan di Indonesia (GPdI) secara keseluruhan. Dengan adanya konflik ini, muncul kebutuhan untuk mencari solusi yang adil dan meredakan ketegangan agar kehidupan rohaniah dan organisasi gereja tetap terjaga.

Pertemuan antara pihak-pihak terkait diharapkan dapat dilakukan dalam waktu dekat guna mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak. Hingga saat ini, masyarakat gereja di Banten dan publik sekitarnya menanti perkembangan selanjutnya dari kisruh ini, sambil berharap agar damai dan persatuan di dalam gereja dapat segera dipulihkan.

Pendeta HS. Gultom Ketua MPR-GPdI
Pendeta HS. Gultom Ketua MPR-GPdI

Sementara itu, Pendeta HS Gultom, Ketua MPR-GPdI, dengan tegas menanggapi persoalan MD-GPdI Banten yang menyeret MPR ke ranah hukum. Beliau menyatakan bahwa absennya dalam rapat tersebut bukanlah karena menghindari tanggung jawab, melainkan karena kesehatan yang tidak memungkinkan. Gultom menegaskan bahwa MPR tidak perlu terlibat dalam koordinasi internal MP sebagai lembaga struktural, seiring dengan pandangan bahwa MPR seharusnya memberi pertimbangan, bukan ikut bertanggung jawab terhadap keputusan MP.

Lebih lanjut, Gultom mengingatkan bahwa lembaga tersebut memiliki kepengurusan yang jelas, dan jika MPR dianggap harus ikut bertanggung jawab, sebaiknya membuat keputusan bersama dengan MP dan MPR. Pandangan ini mencerminkan pendirian Gultom bahwa keterlibatan MPR dalam tuntutan hukum tidak diperlukan, kecuali jika hal tersebut dianggap demi kebaikan GPdI.

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *