PENDETA JOHNNY WEOL TERANCAM DINONAKTIFKAN DARI KETUM MP-GPdI, BANDING DITOLAK HAKIM PT DKI JAKARTA

0
Kasus 2

Pdt. Johnny Weol

Di Rilis : TIM REDAKSI PANTEKOSTA POS 

Jakarta, PANTEKOSTA POS—Majelis Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) kembali mengalami kekalahan hukum dalam upaya banding atas kepemimpinan Majelis Daerah GPdI Banten. Ketua Umum GPdI, Pdt. Dr. Jhonny W. Weol, MM., M.Th., bersama Sekretaris Umum Pdt. Elim Simamora, D.Th.,D.Min., dan kawan-kawan kalah untuk kedua kalinya dalam perkara nomor 164/Pdt.G/2024/PN.JKT.UTR yang sebelumnya telah dimenangkan oleh pihak MD GPdI Banten di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Putusan banding yang tertuang dalam surat resmi bernomor 424/PDT/2025/PT DKI dan ditandatangani pada Rabu, 30 April 2025, secara tegas menolak permohonan banding Majelis Pusat GPdI. Dalam amar putusan yang disampaikan oleh Hakim Ketua Dr. Hj. Multining Dyah Ely Maryani, SH., M.Hum., bersama Hakim Anggota Ida Bagus Dwi Yantara, SH., M.Hum., dan Nelson Pasaribu, SH., MH., serta Panitera Pengganti Andy Syamsiar, SH., MH., Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat keputusan sebelumnya yang menyatakan kepemimpinan Pdt. Samuel Charles Tumbel sebagai Ketua MD GPdI Banten adalah sah secara hukum.

Surat keputusan ini menjadi pukulan besar bagi Ketua Umum dan Sekum MP GPdI dan kawan-kawan, yang kini terancam sanksi organisasi.

Pertimbangan Penonaktifan Pimpinan Majelis Pusat GPdI

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian fakta dan pertimbangan yang telah dijelaskan sebelumnya, Majelis berpendapat bahwa Tergugat I, yaitu Ketua Umum Majelis Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia (MP-GPdI), telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 048.09/MP-GPDI/II-2024 yang mencabut Surat Keputusan Nomor 008.01/MP-GPDI/VI-2022 secara sepihak dan tanpa dasar yang sah menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) GPdI. Tindakan ini dengan jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap ketentuan hukum organisasi dan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

Menimbang, bahwa dengan diterbitkannya SK tersebut, Tergugat I tidak hanya melanggar prosedur organisasi, tetapi juga telah mengakibatkan efek sistemik di mana Tergugat III, Tergugat IV, dan Tergugat V bersama dengan Turut Tergugat I, II, dan III menjalankan kepengurusan dan kewenangan atas dasar keputusan yang tidak sah. Karena dasar kepemimpinan mereka bertumpu pada keputusan yang cacat secara hukum, maka tindakan mereka juga dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum menurut AD/ART GPdI.

OLEH KARENA ITU, NAMA-NAMA YANG DIMAKSUD, YAKNI KETUA UMUM MP-GPdI, PDT. DR. JOHNNY WEOL DAN SEKRETARIS UMUM MP-GPDI, PDT. ELIM SIMAMORA,D.Th., D.Min,  PDT. KAREL SILITONGA, PDT. EDDY PONGOH, PDT. DR. ELION NUMBERI. M.Th, BERKAT PANGGABEAN, PDT. DRS. DANIEL SANGER, S.PAK, M.Th, PDT. DR. WEMPI KUMENDONG, DINILAI LAYAK UNTUK DIKENAKAN SANKSI BERUPA PENONAKTIFAN DARI KEPENGURUSAN MAJELIS PUSAT GPdI.

Merujuk pada BAB XIV tentang Sanksi, Pasal 32 ayat (1) menyatakan bahwa demi memelihara kesucian, ketertiban, dan nama baik GPdI, pimpinan dapat menjatuhkan sanksi kepada hamba Tuhan yang melakukan pelanggaran terhadap AD/ART GPdI. Sementara itu, ayat (2) menegaskan bahwa tujuan sanksi adalah agar hamba Tuhan menyadari kesalahan dan bertobat dari pelanggarannya.

Selanjutnya, Pasal 33 ayat (1) menjabarkan bentuk-bentuk sanksi organisasi, yaitu: (a) pendisiplinan, (b) pemberhentian sementara, dan (c) pemecatan. Khusus dalam konteks pelanggaran AD/ART sebagaimana dimaksud, maka berdasarkan ayat (2) huruf b, sanksi pemberhentian sementara layak dikenakan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran terhadap AD/ART dan peraturan organisasi lainnya.

Lebih lanjut, berdasarkan prinsip-prinsip tanggung jawab kepemimpinan dalam gereja, seseorang yang terlibat dalam pelanggaran tata kelola, walau tidak melakukan pelanggaran moral atau pidana, tetap harus bertanggung jawab secara struktural. Oleh karena itu, penonaktifan merupakan langkah tepat guna memulihkan tata kelola organisasi dan menjaga integritas GPdI di mata jemaat dan masyarakat.

DENGAN DEMIKIAN, MAJELIS MENILAI BAHWA KETUA UMUM, SEKRETARIS UMUM, SERTA PARA PIMPINAN LAIN YANG DISEBUT LAYAK DINONAKTIFKAN DARI MAJELIS PUSAT GPDI UNTUK SEMENTARA WAKTU, SAMPAI ADANYA EVALUASI DAN KEPUTUSAN LEBIH LANJUT BERDASARKAN MEKANISME HUKUM ORGANISASI YANG BERLAKU.

Adapun AMAR PUTUSANNYA :

Putusan Penolakan

Seiring keluarnya Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menolak permohonan Majelis Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia (MP-GPdI), berbagai pihak dari internal GPdI—termasuk para pemimpin dan warga jemaat yang enggan disebutkan namanya—menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi organisasi. Mereka menilai Pdt. Jhonny Weol (Ketua Umum) dan Pdt. Elim Simamora (Sekretaris Umum) telah melakukan pelanggaran berat terhadap AD-ART GPdI Tahun 2012. Berdasarkan hal tersebut, keduanya dinilai tidak layak untuk memimpin lagi dan mencalonkan diri maupun dicalonkan sebagai Ketua Majelis Daerah (MD) maupun Ketua Umum GPdI dalam periode mendatang, khususnya pada tahun 2027.

Desakan agar keduanya dinonaktifkan atau secara sukarela mengundurkan diri juga diperkuat dengan mencuatnya beberapa kasus yang tengah bergulir secara nasional. DI ANTARANYA ADALAH LAPORAN KASUS DUGAAN PENYALAHGUNAAN KEUANGAN ORGANISASI OLEH PDT. JM YANG TELAH DILAPORKAN KE PIHAK BERWENANG. SELAIN ITU, KASUS DUGAAN PELANGGARAN MORAL YANG MELIBATKAN SALAH SATU PIMPINAN GEREJA DI MANADO, SEBAGAIMANA DILAPORKAN OLEH PDT. DV, JUGA SEDANG DALAM PROSES PENANGANAN DI KEPOLISIAN. KONDISI INI MENIMBULKAN KEKHAWATIRAN MENDALAM DAN MENDORONG SERUAN UNTUK PEMULIHAN MORAL SERTA TATA KELOLA ORGANISASI YANG BERSIH DAN TRANSPARAN.

Menanggapi Putusan tersebut salah Pengurus MD di Banten Pdt. Drs. Mody Rumondor, S.Th, mengatakan: “Dengan adanya putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menolak banding MP-GPdI, maka keputusan sebelumnya dinyatakan sah dan mengikat. Menyikapi hal ini, Pdt. Mody Rumondor selaku Bendahara Majelis Daerah GPdI Banten meminta kepada Plt GPdI Banten untuk menghentikan seluruh aktivitas organisasi. Hal ini disampaikan karena Plt dianggap tidak memiliki dasar hukum yang sah atau inkonstitusional dalam menjalankan tugasnya. Demi menjaga ketertiban organisasi dan menghormati putusan hukum, seluruh pihak diimbau untuk tunduk pada keputusan pengadilan dan tidak mengambil tindakan sepihak yang dapat memperkeruh keadaan”, Ungkapnya kepada Pantekosta Pos.

Sementara itu, Pengacara MP-GPdI, Daniel Suryana, beliau memnanggapi dan mengatakan: “sebagai profesional dan ahli hukum tanggapan saya terhadap permintaan non aktif Ketum GPdI dimaksud adalah agar kepada pihak yang menyampaikan permintaan tersebut mempelajari kembali,  memahami dan mematuhi  aturan dan mekanisme organisasi GPdI sebagaimana di atur dalam konstitusi GPdI (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga GPdI tahun 2012), termasuk dan tidak terbatas ketentuan BAB XIV S A N K S I, Pasal 32 dan 33 Anggaran Rumah Tangga GPdI.

Apakah permintaan tersebut memiliki landasan dan dasar hukum sebagaimana diatur oleh ketentuan dalam AD dan ART GPdI?” Ungkapnya melalui balasan Whatshapp 0818 146 XXX.

Pengacara MD-GPdI Banten, ARMANSYAH, yang juga dikenal sebagai Anak Magang, menanggapi putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menolak permohonan banding dari MP-GPdI dengan menyatakan dukungannya. Ia mengatakan bahwa dirinya sangat setuju dan mendukung suara para pemimpin GPdI yang menyerukan agar Ketua Umum, Sekretaris Umum, serta pihak-pihak terkait lainnya segera meletakkan jabatan. “Putusan ini memperkuat fakta bahwa mereka telah melanggar AD/ART GPdI. Untuk menjaga integritas gereja, sudah sepatutnya mereka dinonaktifkan dari kepemimpinan,” ujar Hermansyah. ARMANSYAH LB GAOL, yang juga dikenal sebagai Anak magang.

Armansaya juga  menambahkan permintaan penonaktifan Ketum Dkk memiliki dasar hukum yang kuat, dan beralasan hukum, sebagaimana diatur dalam aturan AD-ART GPdI Tahun 2012, mengingat Majelis Hakin telah menyatakan bahwa TERGUGAT DAN KAWAN-KAWAN TELAH MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM, dengan menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas Majelis berpendapat bahwa Tergugat I menerbitkan SK Nomor 048.09/MP-GPDI/II-2024 dengan mencabut SK Nomor 008.01/MP-GPDI/VI-2022 telah melanggar Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Gereja Pantekosta di Indonesia setidak-tidaknya telah melanggar hukum,oleh karena itu Tergugat I dapat dikatagorikan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Menimbang, bahwa oleh karena SK No.048.09/MP-GPDI/II-2024 diterbikan oleh Tergugat I telah melanggar Anggaran Dasar dan Rumah Tangga dimana para Tergugat, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V dan Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III telah menjalankan kepengurusan atas dasar SK yang melanggar Anggaran Dasar dan Rumah Tangga maka Tergugat III Tergugat IV, Tergugat V dan Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III telah pula melakukan perbuatan melawan hukum.

 

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *